Senin, 08 April 2013

bindo1


Kini kita tengah memasuki abad XXI. Abad ini juga merupakan milenium III dalam perhitungan Masehi, dimana perubahan milenium ini diramalkan akan membawa perubahan terhadap struktur ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan dunia. Fenomena yang paling menonjol pada kurun waktu ini adalah terjadinya proses globalisasi. Proses perubahan inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai gelombang ketiga, setelah berlangsungnya gelombang pertama dalam bidang agrikultur dan gelombang kedua dalam bidang industri.
Perubahan yang demikian menyebabkan terjadinya pula pergeseran kekuasaan dari pusat kekuasaan yang bersumber pada tanah, kemudian kapital atau modal, dan selanjutnya dalam gelombang ketiga pada penguasaan terhadap informasi, yakni ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sayangnya proses globalisasi ini lebih banyak ditakuti daripada dipahami untuk kemudian diantisipasi dengan arif dan cermat. Oleh karena rasa takut dan cemas yang berlebihan, antisipasi yang dilakukan cenderung bersifat defensif dengan membangun gedung-gedung yang bertingkat, benteng-benteng pertahanan karena merasa diri sebagai objek daripada subjek di dalam proses perubahan.
Padahal di dalam era globalisasi ini, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi.  Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung juga memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk bahasa Indonesia. Sekaligus bahasa berperan juga sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu sendiri.
Menurut Sunaryo (2000), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, akhirnya menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Namun, seiring dengan bertambahnya usia bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis justru bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa di tengah dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu?
Tulisan ini akan sedikit mengulas pengaruh kemajuan teknologi informasi terhadap bahasa Indonesia dalam menghadapi era globalisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar