Senin, 08 April 2013

bindo2


A. Potret Bahasa Indonesia dalam Era Globalisasi
Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa yang semakin global dipakai oleh semua bangsa di dunia ialah bahasa Inggris, yang pemakainya lebih dari satu miliar. Akan tetapi, sama halnya dengan bidang kehidupan lain, sebagaimana dikemukakan oleh Naisbit (1991) dalam bukunya Global Paradox, akan terjadi paradoks-paradoks dalam berbagai komponen kehidupan, termasuk bahasa. Bahasa Inggris, misalnya, walaupun pemakainya semakin besar sebagai bahasa kedua, masyarakat suatu negara akan semakin kuat juga memertahankan bahasa ibunya.
Seperti di Islandia, sebuah negara kecil di Eropa, yang jumlah penduduknya sekitar 250.000 orang, walaupun mereka dalam berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua, negara ini masih memertahankan kemurnian bahasa pertamanya dari pengaruh bahasa Inggris. Demikian juga di negara-negara pecahan Rusia seperti Ukraina, Lithuania, Estonia (yang memisahkan diri dari Rusia) telah menggantikan semua papan nama di negara tersebut yang selama itu menggunakan bahasa Rusia.
Bagaimana halnya dengan di Indonesia? Di Indonesia, fenomena yang sama pernah dilakukan dengan pengeluaran Surat Menteri Dalam Negeri kepada gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia Nomor 1021/SJ tanggal 16 Maret 1995 tentang Penertiban Penggunaan Bahasa Asing. Surat itu berisi instruksi agar papan-papan nama dunia usaha dan perdagangan di seluruh Indonesia yang menggunakan bahasa asing agar diubah menjadi bahasa Indonesia. Ketika awal pemberlakukan peraturan tersebut, tampak gencar dan bersemangat usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia.
Pemda DKI Jakarta, misalnya, bekerja sama dengan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa mengadakan teguran-teguran lisan dan tertulis, bahkan turun ke lapangan mendatangi perusahaan-perusahaan yang papan namanya menggunakan bahasa Inggris atau mencampuradukkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dengan struktur bahasa Inggris. Misalnya, sebelumnya terpampang “Pondok Indah Mall”, “Ciputra Mall”, “Mestika Bank”, dan lain-lain, sekarang diubah menjadi “Mal Pondok Indah”, “Mal Ciputra”, “Bank Mestika”.
Berbagai fenomena dan kenyataan ini akan semakin mendukung ke arah terjadinya suatu pertentangan (paradoks) dan arus tarik-menarik antara globalisasi dan lokalisasi. Persoalan berikutnya adalah mampukah bahasa Indonesia mempertahankan jati dirinya di tengah-tengah arus tarik-menarik itu? Untuk menjawab persoalan ini, marilah kita menengok ke belakang bagaimana bahasa Indonesia yang ketika itu masih disebut bahasa Melayu mampu bertahan dari berbagai pengaruh bahasa lain baik bahasa asing maupun bahasa daerah lainnya di nusantara.
Sejauh ini tanpa terasa banyak kosakata yang sebenarnya hasil serapan dari bahasa lain tetapi sudah kita anggap sebagai kosakata bahasa Melayu/Indonesia. Misalnya sebagai berikut.
Bahasa Asal dan contoh kata yang diserap:
• Bahasa Sanskerta: agama, bahasa, cerita, cita, guru, harta, pertama, sastra, sorga, warta
• Bahasa Arab: alam, adil, adat, haram, haji, kitab, perlu, sah, subuh, hisab, madrasah, musyawarah
• Bahasa Belanda: pipa, baut, kaos, pesta, peluit, setir, brankas, balok, pelopor, dongkrak, nol, bom, saku
• Bahasa Inggris: kiper, kornel, tim, gol, final, tes, organisasi, proklamasi, legal, administrasi, stop,
• Bahasa Cina: loteng, kue, kuah, the, cengkeh, cawan, teko, anglo, toko, tauco
• Bahasa Tamil: keledai, perisai, tirai, peri, cemeti, kedai, modal, pualam, ragam, gurindam
• Bahasa Portugis: meja, kemeja, gereja, bendera, peluru, almari, mentega, roda, lentera, armada, paderi
• Bahasa Parsi: bandar, syahbandar, kenduri, kelasi, anggur, istana, tamasya, takhta, nakhoda, bius
• Bahasa Jawa: gampang, ngawur, ruwet, sumber, jago, lebaran, bisa, tanpa, sengit, ajeg, tuntas
• Bahasa Sunda Camat, garong, lumayan,melotot, ompreng, pencoleng, mending, nyeri, anjangsana, tahap
• Bahasa Minangkabau cemooh, ejek, bak, enau, engkau, semarak, heboh, cetus, ngarai, taut
Kesemua kata-kata tersebut menjadi kosakata bahasa Indonesia melalui proses adaptasi sehingga sesuai dengan sistem bahasa Indonesia. Jadi, agaknya proses membuka diri terhadap pengaruh kosakata asing sudah berlangsung lama dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pada era globalisasi ini kekhawatiran yang sangat mendalam terhadap pengaruh masuknya unsur-unsur asing terhadap bahasa Indonesia tidak terlu terjadi.
Yang perlu dicermati adalah penagaruh asing tersebut harus diarahkan ke perkembangan yang positif terhadap bahasa Indonesia. Bahkan, sedapat mungkin kita mencari peluang-peluang dari pengaruh globalisasi ini bagi kamajuan perkembangan bahasa Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar